17 Mei 2024

DEKAN FAKULTAS HUKUM USK HADIRI FGD: SOLUSI TANGGAPI MASUKNYA ETNIS ROHINGYA DI ACEH

Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEM Nus) Wilayah Aceh menggelar kegiatan Fokus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di Aula Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Rabu, 20 Maret 2024, untuk menghadapi tantangan masuknya Etnis Rohingya ke wilayah Aceh melalui jalur laut. Dalam FGD ini, para pemateri yang diundang dalam kegiatan ini adalah Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D. (Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani), Dr. M. Gaussyah, S.H, M.H (Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala/USK), serta Saffar Muhammad Godam (Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kemenkumham RI). Acara ini dipandu langsung oleh wartawan senior Aceh dan CEO Modus Aceh, Muhammad Saleh, S.E., M.M.

Tidak hanya dihadiri oleh para pemateri, kegiatan ini juga dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk pejabat tinggi dari Forkopimda Aceh seperti Bustami Hamzah (PJ Gubernur Aceh), perwakilan dari Kapolda Aceh, Pangdam yang diwakili As Intel, serta Kepala Keimigrasian Banda Aceh. Turut hadir pula sejumlah OKP, lembaga mahasiswa dari berbagai kampus di Aceh, dan masyarakat umum.

Dalam diskusi tersebut, Dr. M. Gaussyah, S.H., M.H menyampaikan “pemerintah harus serius dan berkomitmen menangani pengungsi Rohingya, dan perlu regulasi baru yang lebih kuat, idealnya setingkat undang-undang. Kemudian beliau juga menyerukan pemulangan pengungsi Rohingya ke kamp pengungsi di Bangladesh, tempat mereka terdata sebelumnya. Hal ini dianggap lebih logis daripada memulangkan mereka ke Myanmar, negara asal yang penuh risiko.”

FGD ini digelar agar dapat mencapai kesepakatan bersama untuk menangani masalah ini secara efektif.

Terpisah,  ketua unit kajian Humaniter dan Pengungsi Fakultas Hukum USK menyampaikan, bahwa apa yang disampaikan oleh dekan Fakultas Hukum USK  patut untuk ditindaklanjuti, bahwa Konvensi 1951 tentang pengungsi sudah harus ditinjau ulang, banyak hal-hal yang sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan  hukum dewasa ini. Demikian juga perundang-undangan yang ada di Indonesia, harus bisa memecahkan dan sekaligus menyelesaikan persoalan pengungsi di Aceh sekarang ini, dan juga persolaan pengungsi dalam tataran global.